PendidikanUmum

Pemkot Surabaya Canangkan Wajib Belajar 13 Tahun, Perkuat Pendidikan Pra-Sekolah

399
×

Pemkot Surabaya Canangkan Wajib Belajar 13 Tahun, Perkuat Pendidikan Pra-Sekolah

Sebarkan artikel ini
Ketua Bunda PAUD Kota Surabaya, Rini Indriyani

JATIM.IDNZONE.COM – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya terus memperkuat komitmennya dalam pendidikan anak usia dini. Melalui kegiatan Kelas Parenting Orang Tua Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) RW di Balai RW 4, Kelurahan Tanah Kali Kedinding, Kecamatan Kenjeran, Pemkot Surabaya resmi mengkampanyekan Gerakan Wajib Belajar 13 Tahun yang mencakup satu tahun pra-sekolah, Rabu (10/9/2025).

Gerakan ini juga dibarengi dengan sosialisasi 7 Kebiasaan Baik Anak Indonesia Hebat di sekolah, yakni bangun pagi, beribadah, olahraga, makan sehat, bersosialisasi, gemar belajar, dan tidur cepat. Kebiasaan tersebut bahkan dilengkapi dengan senam khusus yang dilakukan setiap hari.

Ketua Bunda PAUD Kota Surabaya, Rini Indriyani, menjelaskan bahwa program wajib belajar kini ditingkatkan dari 12 tahun menjadi 13 tahun dengan tambahan satu tahun pra-sekolah. Menurutnya, pendidikan pra-sekolah sangat penting sebagai fondasi pembentukan karakter anak.

“Pendidikan pra-sekolah bukan sekadar bermain, melainkan wadah esensial untuk membentuk anak mandiri dan berkarakter. Anak yang mengikuti PAUD atau TK terbiasa dengan rutinitas, disiplin, berbagi, dan berinteraksi sosial, sehingga lebih siap memasuki sekolah dasar,” ujar Rini.

Ia menambahkan, anak-anak yang tidak melalui jenjang pra-sekolah cenderung kurang siap secara mental dan psikologis di SD. Mereka biasanya belum terbiasa dengan lingkungan belajar yang terstruktur dan tuntutan akademis.

Integrasi dengan Aplikasi Si Bunda

Untuk memastikan seluruh anak usia 5–6 tahun di Surabaya mendapatkan haknya, Pemkot mengintegrasikan program ini dengan aplikasi Si Bunda. Melalui platform tersebut, Bunda PAUD di tingkat kecamatan dan kelurahan melakukan pendataan, memverifikasi data administrasi kependudukan, hingga mengidentifikasi alasan anak belum terdaftar di sekolah.

“PR kami adalah anak-anak yang belum pra-sekolah. Kami akan berikan intervensi, mencari tahu penyebabnya, apakah karena biaya, masalah keluarga, atau faktor lain. Sosialisasi intensif akan dilakukan agar orang tua paham bahwa pra-sekolah adalah hak anak,” jelas Rini.

READ  KLB Campak Sumenep, Jatim Kirim Ribuan Vaksin MR dan Intensifkan Imunisasi.

Tantangan dan Solusi

Rini mengungkapkan sejumlah tantangan, mulai dari data administrasi kependudukan yang tidak valid hingga masalah keluarga seperti broken home. Menurutnya, sinergi dengan Dinas Pendidikan (Dispendik) dan DP3APPKB diperlukan untuk menangani kasus kompleks.

Ia mencontohkan, dalam kegiatan tersebut ada seorang ibu yang mengaku terkendala biaya untuk menyekolahkan anaknya. Dispendik Surabaya langsung berkoordinasi dengan TK Al-Amin yang dekat dengan rumah keluarga itu, dan pihak sekolah bersedia memberikan pendidikan gratis.

“Kejadian ini menunjukkan kolaborasi kuat antara Pemkot dan satuan pendidikan di Surabaya. Bagi warga yang mengalami kendala serupa, bisa langsung menghubungi Puspaga agar dibantu mencari solusi,” ujar Rini.

Dukungan Dispendik Surabaya

Kepala Dispendik Kota Surabaya, Yusuf Masruh, menegaskan kesiapan pihaknya untuk bekerja sama dalam mengatasi kendala warga. Menurutnya, setiap masalah memerlukan penanganan berbeda, termasuk kasus anak yang enggan sekolah yang membutuhkan pendekatan khusus dengan DP3APPKB.

“Untuk masalah biaya, kami langsung berkoordinasi dengan sekolah terdekat agar anak bisa segera bersekolah. Respons cepat ini diharapkan mencegah anak menunggu terlalu lama untuk mendapatkan hak pendidikan,” kata Yusuf.

Ia juga menyoroti persoalan data kependudukan yang kerap menjadi kendala, seperti anak yang tercatat di KK Surabaya tetapi tidak tinggal di kota ini. Masalah tersebut, lanjutnya, akan ditangani melalui koordinasi lintas organisasi perangkat daerah (OPD) dengan basis data terintegrasi.

“Pemkot Surabaya menyediakan berbagai kanal solusi. Warga bisa menghubungi Bunda Kelurahan atau Bunda Kecamatan, sementara data dikoordinasikan melalui Puspaga. Faktor jarak juga sangat berpengaruh, sehingga semua OPD harus bersinergi untuk menentukan solusi terbaik,” pungkasnya. (VSJ)